22 Mei 2008

Apel Kotak Bumiaji

Apel sesungguhnya adalah tanaman subtropis. Namun buah ini saat ini bisa tumbuh dengan baik di Batu yang beriklim tropis. Di balik fenomena ini sebenarnya ada sebuah upaya cerdas dari warga Batu ketika itu. Namun peristiwa monumental ini kdibukukan sehingga seakan menguap begitu saja. Di sinilah sesungguhnya peranan pendidikan mulai dirasakan manfaatnya.
Kreatifitas petani Batu sesungguhnya sangat kreatif. Saat ini ada 42 jenis apel yang bisa dibudidayakan di belahan utara kota Batu. Saat ini yang dikenal masyarakat hanya sekitar lima jenis saja seperti apel Ana, Roombeauty, apel Wan Ling, dan apel Manalagi. Jenis manalagi yang buahnya berwarna hijau ini pada awalanya merupakan tanaman pagar. Dengan kreatifitas para petani Bumiaji, akhirnya menjadi jenis apel yang disukai masyarakat. Dan saat ini apel ana banyak dikembangkan di daerah Poncokusumo Tumpang.
Prestasi ini seharusnya dikemas secara ilmiah sehingga bisa dikembangkan secara baik. Sampai saat ini belum terlihat adanya upaya untuk menjadikan buah apel menjadikan kajian ilmiah. Banyak hal yang bisa dilakukan bila buah apel ini dipelajari secara akademis. Mungkin perlu dipikirkan adanya SMK jurusan Budidaya Apel di kota dingin ini. Bisa juga mendirikan studi yang diprakarsai oleh para Sarjana pertanian.
Saat ini ketika apel Batu mulai terpuruk, petani baru menyadari pentingnya ilmu untuk menjawab berbagai masalah perapelan ini. Petani apel mulai bertanya-tanya mengapa apelnya tidak mampu berproduksi dengan baik. Mereka kebanyakan hanya melakukan upaya-upaya perbaikan berdasar apa yang mereka tahu dari teman-temannya. Para petani apel hampir putus asa menghadapi problema kebun apelnya. Sampai ada yang tidak mau lagi melihat kebunnya.
Ditambah lagi saat ini harga apel merosot tajam. Harga tersebut habis untuk biaya petik dan angkut. Biaya yang sudah dikeluarkan untuk memelihara dan tenaga kerja sudah tidak kembali. Belum lagi harga obat-obatan begitu tinggi. Sebuah dilema memang, mau dibiarkan, kebunnya merupakan satu-satunya lahan kehidupannya, dan bila dikelola dengan baik harga obat sangat mahal. Sedangkan harga jual sangat rendah.
Tentunya mereka tidak harus menyerah. Bila memang mereka harus meremajakan pohon apel miliknya, tentunya sejak sekarang memang perlu dilakukan. Begitu juga bila mereka harus mengurangi pernggunaan pestisida yang membuat apel Batu ditolak di pasaran, mulai sekarang perlu dikurangi pemakaian obat-obatan itu.
Petani sekarang memang harus selalu mencari terobosan-terobosan agar petani apel tetap survive. Bisa mencontoh Agro Kusuma yang membudidayakan apel dengan cara petik apel langsung dari pohonnya. Bila apel dijual kiloan hanya Rp. 1000 bila dijual dipohon kepada para wisatawan menjadi Rp. 30.000. Hal ini tentunya bukan nilai tambah yang sedikit.
Atau para petani bisa berpromosi bersama. Dengan sedikit dipoles dengan kalimat-kalimat promotif, pasti akan laku. Seperti promosi Ir. Agus dari Agro ”Apel Batu adalah apel tropika yang berkasiat menyembuhkan kanker. Apel tropical bisa berbuah sepanjang tahun dan sebagainya”.
Banyak hal yang bisa dilakukan. Seperti Apel Batu bisa dibuat souvenir dengn membuat apel ada gambar hati di tengahnya. Apel Batu bisa juga dibentuk kotak-kotak, tidak bulan seperti selama ini. Ketika apel itu kecil, dimasukkan ke dalam kotak kaca. Hasilnya adalah apel kota. Atau kemasannya yang perlu diubah.
Sebuah apel dari luar yang begitu dahsyat dengan mutu dan tampilan yang begitu bagus, tentunya para petani harus kreatif bagaimana menjual produknya. Ada kemauan pasti ada jalan. Bersama pasti bisa. (Tito; Sariswara 2006)

Tidak ada komentar: