22 Mei 2008

SEKOLAH

(Sebuah episode dari perjanjian di Lancester-Pensylvania 1974, antara pemerintah virginia dan suku indian)

Tawaran Pemerintah :
“kalau orang indian mau mengirimkan 6 pemuda Indian di Kolese Williamsburg, maka pemerintah akan memperhatikan bahwa mereka tidak berkekurangan apa-apa dan diajar segala hal yang diketahui oleh orang kulit putih”

Jawaban Pemimpin Orang Indian:
Kami tahu bahwa anda menghargai tinggi pengetahuan itu dan bahwa pendidikan anda mahal sekali. Kami yakin dan berterimakasih atas maksud baik anda. Tetapi anda yang pintar sekali mesti mengetahui juga, bahwa bangsa-bangsa yang berlainan mempunyai nilai-nilai yang berlainan pula. Maka anda pasti tidak sakit hati bila kebetulan cita-cita pendidikan kami dan anda tidaklah sama. Kami sudah mendapatkan pengalaman mengenai hal itu. Beberapa pemuda kami dulu pernah dididik di Kolse dan diajar segala pengetahuan anda, tetapi ketika mereka kembali, mereka tidak pandai berlari lagi, tidak tahu hidup di hutan, tidak tahan dingin dan lapar, tidak tahu membuat pondok, tidak tahu membunuh rusa atau membunuh musuh, merekapun kurang pandai berbicara dalam bahasa kami. Sehingga mereka itu tidak bisa dipakai lagi sebagai pemburu, serdadu atau penasihat. Mereka sama sekali tidak berguna lagi. Biarpun begitu kami berterimakasih atas tawaran anda, walauupun tidak bisa kami terima. Dan untuk membuktikan rasa terimakasih, kami bersedia, kalai pemerintah Virgina mau mengirim 12 puteranya, untuk mengurus pendidikan, mengajar mereka segala hal yang kami tahu, pendeknya menjadikan mereka laki-laki dewasa.

SISTEM PENDIDIKAN
Pendapat Sotsisowah (John Mohawk), Pemuka Indian di New York(1977) Mark Twain selalu mengatakan bahwa sekolah menghambat perkembangan orang; dan saya percaya bahwa pendapat itu banyak benarnya. Sekolah kita bukan diatur sedemikian, sehingga memberikan pendidikan yang baik dan luas, melainkan maksudnya saja supaya kamu berdisiplin dan dipersiapkan untuk tugas tertentu. Sekolah tidak menyampaikan pemahaman yang lengkap dan meyakinkan tentang dunia ini dan segala kaitannya.

Pemahaman Inggris tentang pendidikan adalah destruktif, yaitu semacam pengelabuhan yang pada dasarnya bermaksud menjinakkan. Sama juga tujuan sekolah-sekolah yang didirikan untuk suku asli di benua ini, begitu juga di Afrika dan di Asia. Pendidikan adalah istilah Eropa. Saya sangka patut orang mulai berfikir, apa arti pendidikan itu sebenarnya, apa sebenarnya maksud dan tujuannya.

Pendapat Pat Bellanger, Pemuka Indian di Minnesota (1977). Jika orang berbicara tentang pendidikan, bayangan mereka sederhana sekali. Anak pergi ke SD, SMP,SLTA,ke Universitas. Itu saja. Anak harus ke sekolah, harus dapat nilai yang baik supaya bisa naik, supaya dapat pekerjaan atau kedudukan yang baik, supaya nanti bisa menyekolahkan anaknya sendiri. Supaya ia dapat nilai yang baik, supaya bisa ke Universitas yang baik, supaya dapat kedudukan yang baik, supaya anak-anaknya nanti juga bia... begitulah lingkarannya, bagi saya suatu lingkaran ekonomis saja. Kalau orang berbicara tentang pendidikan : pendeknya bersekolah.

Tetapi ada pendidikan lain lagi, pendidikan politis umpamanya. Menurut kami, mencangkup segala-galanya dan tidak terbatas waktunya. Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari apa saja, orang belajar terus-menerus, bukan hanya waktu kecil. Juga mempersoalkan sejarah umpamanya, masuk dalam proses pendidikan. Begitu juga kakek, nenek, rumah tangga dan sebagainya. Sekolah hanyalah sebagian dari pendidikan. Tentunya kita boleh ambil sebagian saja dari sesuatu. Tetapi pendidikan sekolah orang kulit putih betul-betul buruk.

Segai contoh: perang revolusi di Amerika, yang melahirkan negara merdeka dari penjajahan Inggris, bagi Amerika perang yang adil. Kalai kita baca buku sejarah Inggris maka sama sekali berlainan. Mengapa tidak seorangpun mengatakan yang benar? Cobalah memberitahukan yang sebenarnya, ceritakan hal yang terjadi, apa yang sebenarnya, ceritakan hal yang terjadi, apa yang dipertaruhkan oleh kedua belah pihak masing-masing, lalu biarkan murid sendiri yang memutuskan, siapa yang betul dan siapa yang salah. Hal itu toh tidak akan mengubah apa-apa lagi, karena sejarah sudah lewat - kecuali bila hal serupa dapat terjadi juga dalam hidup murid, barangkali mereka akan pandai menyelesaikannya karena sudah dilatih mengambil keputusan sendiri, hal yang tidak pernah terjadi di sekolah.

Sistem seperti itu bukan pendidikan, bukan belajar. Terserah kamu menyebutnya, tapi itu bukan pendidikan. Selama 300 tahun penjajahan dari peradaban dan kejuan telah mematahkan semangat pertahanan suku-suku Indian. Sistem sekolah Eropa benar-benar mengalahkan mereka. Tetapi ”cara hidup Amerika” itu belum mengikis habis segala sisa penghargaan diri seorang Indian. Beberapa kelompok suku dan aktivis gerakan protes Indian telah mulai mendirikan sekolah bebas di dalam reservat-reservat dan tempat gelandangan kota-kota besar. Maksud sekolah itu bukan hanya agar anak-anak dan kaum muda lepas dari indoktrinasi sekolah pemerintah, tetapi juga supaya mereka melihat kemungkinan-kemungkinan hidup (potensi mereka) dan agar mereka pandai melawan lingkaran setan sifat apatis, alkohol dan penjara.

Survival School (Sekolah mempertahankan Hidup) merupakan percobaan terbuka bagi orang Indian untuk memberikan kembali jiwa dan kebudayaan mereka. Maksudnya bukan suatu kebudayaan tersendiri, melainkan suatu pandangan hidup, sikap dan pengetahuan praktis yang menguntungkan semua orang. Belajar dari pengalaman lebih diperhatikan dari pada pengetahuan abstrak; begitu pula saling menolong daripada tuntutan prestasi, saling menghargai dari pada persaingan, menghormati sebagai dasar kehidupan daripada mental mengeksploitir kekayaan alam. Bahwa Survival School tidak kenal liburan adalah hal yang biasa bagi orang yang sekolahnya adalah hidupnya dan sebaliknya. Siapa gerangan yang ingin berlibur dari hidup?

Dasar pedagogisdan ideologis dari sekolah-sekolah itu sederhana sekali; menghidupkan kembali nilai-nilai yang ada pada kebudayaan sendiri dan menghindarkan kesalahan-kesalahan pada metode mengajar sekolah umum. Dengan sendirinya suatu model akan dibentuk dan berkembang sesuai dengan keperluan si pelajar dan dibimbing oleh pikiran sehat. Karena persaingan tidak ada dalam pikiran Indian, maka segala tugas diselesaikan bersama-sama. Dengan itu murid belajar saling menolong dan mengalami dalam praktek team-work. Dengan sendirinya kelompok menghilangkan agresi-sgresi yang sekali-kali timbul.

Survival School bermacam-macam bentuknya: sering di alam terbuka, bahkan juga di pengadilan ketika tahanan politik Indian disidangkan. Pada umumnya pembelanya kemudian datang di sekolah sebagai guru tamu. Sejauh mungkin sekolah itu mencoba menghindarkan pengalaman kedua, yaitu pengalaman dari buku atau mulut guru yang juga belajar dari buku.

Di sekolah umum, ujian hanya bermaksud menguji ingatan murid. Lain di sekolah Indian yang tidak mau mengetahui segala data, angka dan fakta, melainkan mau tahu mengapa. Sistem ujian Indian berdasarkan proses belajar yang jauh lebih luas dan dalam. Murid-murid duduk dalam lingkaran. Pertanyaan mereka dijawab sendiri, persoalan mereka diurus sendiri,. Sering guru mengambil tempat murid dan seorang murid berperan sebagai guru. Dengan demikian murid belajar mengerti orang yang lebih tua, orang yang berpendapat lain, orang yang bertindak lain. Anak yang berumur 10 tahun sudah mengajari membaca anak yang lebih kecil, yang tamatan sekolah mengadakan kursus-kursus malam bagi orang dewasa yang tidak pernah sekolah. Tidak seorangpun mencoba untuk menjadi lebih baik dari yang lainnya, untuk mengalahkan kawan. Masing-masing mau menjadi baik, dan hal itu di usahakan bersama-sama. Tidak ada rapor. Tidak ada seorang pun belajar hanya untuk sekolah atau demi ijasah.

”Inilah generasi mud ayang tidak lagi memerlukan kami untuk memimpin. Mereka akan lebih kuat, karena sekolah kami bukan sekolah, melainkan merupakan bagian dari kehidupan kami”. ”Mereka telah mengalahkan kami dengan pendidikan, maka kami akan menyerang mereka dengan pendidikan”. Bagaimanapun juga sekolah Indian telah jalan. Dukungan dari rakyat dan hasilnya, yaitu pengunduran alkoholisme, bunuh diri dan kriminalitas kaum muda yang berkurang, menjamin kelangsungan sekolah-sekolah berdikari itu.

Pendidikan orang Indian bertujuan mengintegrasikan anggota suku sejak hari pertama lahir dalam dunianya dan menerangkan kepadanya tanggung jawab terhadap sukunya serta peranannya dalam lingkungan semua makhluk hisup. Dunia orang dewasa dan dunia anak tidak terpisahkan. Tidak ada bahasa khusus untuk bayi dan anak. Pada setiap kesempatan anak diberi pengertian tentang bahasanya. Bagi seorang Indian adalah sangat penting menguasai bahasa dengan lancar dan tanpa salah, sebab kedudukan sosial dikemudian hari tergantung dari kemahirannya itu. Andaikata seorang Indian menjadi dewasa tanpa mengetahui bahasanya dengan tepat, itu merendahkan diri sendiri dan ia akan menjadi anggota suku tanpa hak apapun; tak pernah ia boleh berbicara dimuka umum. Orang tua menjaga supaya permainan anak-anak mempersiapkan mereka untuk peran/karya mereka dikemudian hari. Permainan Indian sebagian besar diambil dan dipersiapkan untuk dunia dewasa. Dengan demikian anak yang berumur 10 tahun sudah bisa melihat dirinya sebagai bagian dari sukuny, anak rantai dalam rangkaian generasi.

Pendidikan ini cepat menimbulkan keinginan untuk melayani dan hidup bagi orang lain. Anak bahagia bila ia dapat memberi dan membantu, bergembira bila dicintai dan akan membalas dengan tanda cinta. Orang Indian tidak mau menundukkan alam dan menaklukkan kondisi lingkungan yang tidak enak. Mereka menyesuaikan diri dalam kesukaran alam dengan mati raga dan latihan penundukan badan supaya tahan dalam keadaan buruk apapun.

Rumor dan ejekan merupakan alat penting dalam pendidikan. Ejekan menghindari tumbuh/tertimbunya emosi yang terpendam, karena mengatakan yang sebenarnya meskipun tidak enak di dengar, sekaligus membiasakan diri dan membuat peka, dan tentu memberi kesempatan untuk tertawa. Orang Indian suka tertawa. Tetapi yang ditertawakan hanya yang lebih kuat dan pintar, tak pernah yang lemah. Orang yang paling dihina adalah orang kaya yang tidak mau membagi kekayaannya. Maka dia sebenarnya ”miskin”. Orang yang mempunyai harus juga memberi. Pemberian menjadi jaminan untuk menerima.

Hormat main peranan penting dalam hidup sehari-hari. Bagi kita, hormat berarti kewibawaan, tunduk, rendah hati, kemuliaan, ketaatan, kekuatan, dsb. Tetapi bagi Indian, menghormati berarti menerima dan memaklumi orang lain, tidak megganggu yang sedang tidur umpamanya, mengerti yang gagal, tidak mencampuri urusan orang, tidak mengacau permainan anak, tidak ingin tahu rahasia orang, tidak memegang sembarang barang, tidak mengkritik orang yang tidak hadir, tidak bertangan jail,dsb. Sama halnya dengan kekhidmatan yang bukan berarti menundukkan kepala, membungkuk, melainkan hormat terhadap hal-hal yang kudus. Kudus adalah bumi, yang tidak boleh disalahgunakan. Agama tidak merupakan candu bagi rakyat. Agama adalah kebudayaan, filsafat, pandangan hidup yang memberi arti dalam semesta alam. Agama bukan suatu institusi atau organisasi. Dosa ada satu saja; memusnahkan bumi, yang berarti memusnahkan juga masa depan anak yang belum lahir. Istilah dosa tidak terdapat dalam bahasa orang Indian. Tetapi orang yang berjubah hitam datang dan tanpa minta ijin membuka pintu yang paling intim ke bidang spiritual dan menawarkan Tuhan yang menghukum dan dosa asal. Mereka menghendaki kai bertobat, padahal kami sudah mempersembahkan segala perbuatan kami kepada roh yang maha besar dan bagi kami bumi adalah kudus. Itu sebabnya survival school menolak pengaruh Gereja, tetapi memanggil pemimpin rohaniawan dan dukun dari suku kami sendiri. Tingkah laku mereka lebih bebas dan terarah, tidak dipengaruhi pujian-teguran, surga-neraka.

”Mengapa Kristus disalibkan disana dan bukan disini?”, tanya Philip Deere. Ia mencari orang yang hilang. Kami disini masih turut pada hukum dasar hidup, jadi ia tidak perlu datang karena disini tidak ada pekerjaan bagiNya. Kalau saya mau mati kelaparan, umpamanya, lalu merampok toko, dengan itu saya melanggar hukum manusia, melaksanakan kejahatan. Tetapi menurut hukum alam, saya bukan penjahat, sebab saya mempertahankan kehidupan. Kerap kami memperdebatkan kejahatan, dosa, gereja, agama, kebudayaan. Untuk mengerti semuanya kita harus kembali pada permualaan jamaan dan berhubungan kembali dengan alam. Kalian akan mati karena dosa ini atau karena kejahatan itu, kamu akan mati dengan seluruh bangsamu dan kekotorannya karena dirimu sudah busuk, tidak ada jalan keluar. Tetapi kalau kamu berhubungan kembali dengan alam, maka kebudayaan akan mengatur segala-galanya. Hanya dengan cara inilah akan ada harapan. Disetiap mata uang USA tertulis ”in God we trust”. Dan benar juga bahwa sudah lama uang itu menjadi tuhan bagi manusia. Biarpun mereka masih menyambut nama Tuhan, ”tuhan/uang” itulah yang lebih berkuasa.

Pencipta menempatkan kita di bumi dengan tujuan dan tugas tertentu. Kita harus memenuhi tugas itu dan kita harus menjaga agar seluruh hidup berjalan seimbang. Berhadapan dengan maut seumur hidup itu sudah wajar, sebab kematian kita sudah menunggu, dan justru perbuatan yang sekarang ini kita lakukan barangkali adalah pertempuran kita yang terakhir di dunia ini ... Kebanyakan orang berdalih dari perbuatan ke perbuatan tanpa pertempuran batin dan tanpa pikir. Tetapi seorang pembunuh menimbang setiap gerakannya. Sebab ia menyadari kematiannya, ia baru bertindak sesudah pertimbangan yang masak, seolah-olah setiap perbuatannya merupakan pertempuran yang terakhir. Dan sudah tentu, ia berusaha supaya perbuatannya yang terakhir di dunia adalah yang terbaik.

Orang Indian biasa menyiksa dan melukai diri sampai berdarah, supaya menjadi bebas. Badan itu dianggap satu-satunya hal yang dimilikinya sendiri. Kalau orang Indian menyerahkan dagingnya, tubuhnya, maka satu-satunya milik sendiri diserahkan. Orang kulit putih geli mendengar hal ini. Tetapi pikiran bahwa ”menderita supaya orang lain bisa hidup”, sebenarnya tidak perlu dianggap aneh. Bukankah kamu pun berdoa di gerejamu kepada seseorang yang ditikan dan di paku di salib demi keselamatan bangsanya! Belum pernah seorang Indian menyebut seorang kulit putih jahil karena kepercayaannya, atau melarangnya menyembah apa dan siapa saja. Perbedaan antara orang kulit putih dan kami ialah: kamu percaya bahwa penderitaan bisa menyelamatkan, kalau ditanggung oleh seseorang yang jauh sekali tempatnya dan 2000 tahun yang lampau. Tetapi kami percaya bahwa tugas kamilah saling menyelamatkan, biarpun melalui penderitaan pada sesuatu yang abstrak; melainkan sunguh-sungguh. Kami tidak menaruh beban itu pada Tuhan kami, tidak jugamau kehilangan kesempatan untuk bertemu muka ke muka dengan Roh Kudus. Karena ketika kmi berpuasa di puncak bukit atau ketika dalam upacara tarian, daging tubuh kami koyak, maka tiba-tiba kami dibawa ke puncak kesadaran dan paling mendekati init Roh Besar. Kesadaran itu tak mudah diperoleh dan kami tidak mau seorang malaikat atau seorang kudus yang memperjuangkannya untuk kami, lali meninggalkannya kepada kami sebagai kesadaran yang tidak asli lagi.

Kami berpendapatbahwa waktunya sudah tiba supaya masing-masing mesti mulai pada diri sendiri. Setiap orang memeriksa diri sendiri, bertanya pada siri senediri, dimana ia berada, barulah ia boleh pusing tentang masyarakat dan orang lain. Kita harus mulai memperbaiki diri sendiri. Maukah berdikari dan menjadi bebas, buatlah sesuatu untuk itu. Maukah berwiraswasta, menolong diri sendiri, mangatur semuanya sendiri, maka laksanakanlah sendiri. Masyarakat atau orang lain tidak bisa menjalankannya untuk kamu. Perbaikan tidak terjadi dalam mimpi.

Kami selalu berdoa pertama-tama supaya menjaadi seorang menusia yang baik, kemudian menjadi seorang Indian yang baik, dan akhirnya saya sendiri menjadi baik. Jadi pertama-tama seorang manusia yang baik, yang berguna bagi sukunya. Dengan demikian, bangsa saya menjadi lebih besar dan sayapun tumbuh secara rohani. Kecenderungan mencari hormat dipakai untuk memajukan tujuan bersama, bukan untuk diri sendiri melebihi yang lain. Menurut kani, manusia merupakan hasil terakhir dalam ciptaan alam. Karena manusia itu yang terakhir, maka ia berada si tingkat yang terakhir, sebab makhluk-makhluk yang lain sudah hadir sebelum manusia. Maka tidak mungkin kita menonjolkan diri terhadap mereka. Kita harus menerima mereka dan menghormati mereka sebagai saudara-saudara kita. Manusia datang terakhir, oleh sebab itu manusia harus menghormati segala kehidupan yang ada sebelumnya, sebab manusia lahir tanpa tau apa-apa. Manusia terpaksa belajar dari binatang, tumbuh-tumbuhan dan segala benda lain, untuk bertahan hidup di bumi, ibu kita. Oleh sebab itu kami menghormati pohon-pohon sebagai saudara. Serangga, rusa semua makhluk hidup, adalah saudara kita.

Orang-orang modern membunuh pohon, mereka membunuh semut, mereka mengira bahwa mereka berkuasa atas segalanya. Tetapi kami disini sudah tahu bahwa tidak seorangpun berhak demikian. Jikalau engkau sadar sebagai manusia adalah yang terakhir dalam ciptaan alam, maka engkau tahu bahwa engkau tidak berhak. Tetapi setiap orang mengira ia berkuasa untuk membangun dan menghancurkan. Apa alasannya untuk mendirikan gedung-gedung raksasa itu? Yang saya mau katakan, manusialah yang bisa dibangun, yang perlu dibantu supaya berkembang meluaskan pikirannya. Itulah yang dibuat di sekolah-sekolah kami. Manusia bisa dihancurkan, seorang bisa disebut tidak berharga, tidak berguna, gampang saja. Kita bisa mengatakan, umpamanya ”Markus, engkau berbicara bodoh dan sama sekali tidak mengerti apa yangkau katakan”. Dengan cara demikian kita biasanya membuatnya ragu-ragu, merendahkannya, dan hal itu tidak menolongnya supaya berkembang secara spiritual. Hal itu akan menghambat dia. Dalam sekolah-sekolah umum sering didengar. ”Engkau buruk dalam matematika. Bagaimana engkau, alangkah bodoh!”. Dengan cara itu orang tidak membangun, melainkan justru menghancurkan.

Satu hal lagi. Orang kulit putih telah membinasakan banyak bangsa dengan alkohol dan obat bius. Orang Indian dulu tidak mengenal alkohol sebelum orang kulit putih datang. Dengan kedatangan mereka dibawalah racun dan kebinasaan. Orang kulit putih menyebut Indian orang jahil, orang jahil yang jahat dan kejam, tetapi dimana sebenarnya kejahilanitu? Memang tidak ada. Orang Indian bersaudara dengan binatang. Tetapi demikianlah pendapat orang kulit putih itu. Bagi saya cukup lucu kedengarannya, sebab orang kulit putih bahkan tidak menerima sesama manusia sebagai saudara.

Orang Indian berhubungan erat dengan alam. Mereka adalah anak asli bumi ini. Itulah kepercayaan mereka. Dan hal ini kami pelajari di sekolah-sekolah kami. Juga bahwa orang kulit putih masih tetap saudara kami, walau ia sudah melakukan segala hal yang buruk ini, dan telah membawa segala penyakit itu kemari. Sebab sejak kami lahir di dunia ini kami diberitahu bahwa kita semua bersaudara. Memang terdapat manusia yang berkulit coklat, kuning, putih, dan hitam. Semua warna itu bila tercampur menjadi warna bumi atau tanah. Itulah tandanya bahwa semua orang dulu mendapat tugas yang sama, yaitu mengurus dan mendiami bumi sedemikian rupa sehingga tetap utuh bagi generasi-generasi yang akan datang. Sejak permulaannya masing-masing telah diberi peranan atau tugas yang tertentu di bumi ini, di tempat ia diciptakan.

Jika semua tugas selesai, sayapun tamat. Oleh sebab itu jangan berhenti bekerja, selalu sibuklah. Janganlah memberikan kesan kepada penciptamu bahwa engkau berbaring dan mengatakan: saya tidak mampu lagi. Seandainya begitu, ia mungkin menyingkirkan engkau. Oleh sebab itu, selalu sibuklah. Buatlah sesuatu untuk keluargamu, untuk sukumu. Engkau selalu harus berbuat sesuatu. Sebab engkau tak pernah selesai. Engkau harus mengatakan: Saya selesai, saya tamat, rumah saya selesai, hutangku sudah terbayar, pinjaman sudah kembali, semuanya sudah beres, maka penciptamu memanggil engkau dari bumi ini.

Kami ingin belajar. Kami mau belajar hal-hal yang menarik bagi kami dan yang berhubungan dengan kehidupan kami. Dengan demikian murid memperoleh pengertian yang lebih mendalam dalam segala hal dan akan pandai bekerja sama dengan orang lain, lalu belajar lebih banyak lagi. Dasar pendidikan kami boleh dikatakan lebih luas daripada di sekolah umum. Pendidikan kami memberikan anak kesadaran diri dan kepercayaan diri yang lebih posotof, memperluas pandangan hidup mereka dan dengan demikian menyajikan kepada mereka kemungkinan-kemungkinan dan ketrampilan lebih banyak untuk mengatur lingkungan modern mereka sesudah tamat. Sebab mereka tahu siapakah mereka dan darimana asalnya.

Kami berhubungan langsung dengan hal-hal yang kami pelajari. Proses belajar kami merupakan proses pengalaman atau penghayatan. Disekolah kami tidak ada pelajaran biologi dari jam 12.00 sampai 13.00 umpamanya, melainkan untuk itu kami pergi ke alam terbuka, mengamati dan menyelediki tumbuh-tumbuhan. Dan pelajaran itu berlangsung sampai kami cukup tahu. Semuanya itu sekaligus adalah bagian dari kami, sebab tumbuh-tumbuhan adalah makhluk hidup seperti kami.

(nanang)

Tidak ada komentar: