“Aku pikir orang muslim orang yang tertutup dan merasa benar. Tapi setalah bertemu Fahri, aku melihat kedamaian. Lewat sikapnya, Fahri telah membukakan mataku tentang segalanya. Kejujuran, ketulusan,sikap rendah hati, namun tetap berani.
Aku semakin ingin lebih dekat denganya. Kenapa aku tidak bisa meraih Mesir-ku? Apa karena aku dan dia berbeda? Apakah keyakinan dari Tuhan menghalangi kesucian cinta?
Fahri telah menemukan sungai Nil-nya, dan itu bukan aku. Aku sungguh mencintainya.”
Itulah suara hati Maria tentang rasa kasmaran, serta kedalam cintanya terhadap Fahri dalam diary-nya.
Dongeng Cinta
Tersebutlah Fahri bin Abdillah (diperankan oleh Fedi Nuril) sedang melanjutkan kuliah S2nya di Al-Ahzar, Cairo, Mesir, adalah anak seorang penjual tapai yang polos, hidup sederhana dan taat beragama (Islam). Baginya, jatuh cinta adalah sesuatu yang belumn pernah terjadi dalam hidupnya dan pacaran adalah yang dilarang menurut keyakinan agamanya. Kisah Ayat-ayat Cinta bak dongeng klasik. Dimana dalam waktu hampir bersamaan, empat wanita cantik justru jatuh cintya pada Fahri. Mereka adalah Nurul (Melanie Putria), mahasiswa Indonesia teman dekatnya di kampus. Kemudian Maria Girgis (Carrisa Puteri) gadis Mesir tetangga satu apartemen dan sahabat dekat Fahri yang beragama Kristen Koptik, namun rajin mempelajari dan mengagumi Al-Qur’an.
Wanita ketiga, adalah Noura (Zaskia Adya Mecca), perempuan Mesir yang pisah dari orangruanya dan jatuh ke tangan kelompok penjahat yang suatu hari sempat ditolong oleh Fahri. Sosok keempat, adalah Aisha (Rianti Cartwright), perempuan berdarah Jerman-Turki yang terkesan pada Fahri saat bertemu pertama kali di kereta api.
Cerita selanjutnya, mengalirkan masing-masing peran menghadapi konflik dalam bingkai cinta dan mengurainya secara ringan dan klise. Jika saja dalam film ini mau mengeksplore konflik batin Maria lebih dalam, tentu akan memberikan bobot yang lain.
Hanung-sutradara-bisa saja mengembangkan rasa naksirnya Maria secara lebih dewasa kepada Fahri yang mahasiswa S2 itu.
“Kamu percaya jodoh Fahri?”
Ya, semua orang memiliki ...”
“Jodohnya masing-masing. Itu yang selalu kamu bilang, kan? ... Aku rasa, sungai Nil dan Mesir itu jodoh”
Itulah percakapan Maria dengan Fahri ketika berada di atas sungai Nil. Dan apa jadinya ketika Maria menemui kekecewaannya saat mengetahui Fahri lebih memilih Aisha?
"Nil itu menjadi kering oleh Mesirku yang mulai berubah...”
Maka, meneteslah darah dari hidung Maria menodai diarynya saat ia merasa bila cintanya telah ditolak Fahri. Maria kecewa berat, depresi. Dalam diri Maria pun terjadi konflik batin yang rumit hingga mengalami koma karena mananggung patah hati yang amat dalam kala mengetahui Fahri memilih orang lain – Aisha – untuk diperistri.
Film Ayat-ayat Cinta juga mencoba memberi wacana pencerahan dalam konteks poligami. Hal itu dapat disimak dari dialog Fahri dengan Saiful:
“...kamu tidak akan bisa menyatukan mereka. Yan g bisa kamu lakukan adalah berusaha untuk adil. Tapi ingat, satu istri belum tentu merasa adil,a palagi dua, Ri. Semuanya kembali lagi ke imanmu. Serahkan semuanya kepada Allah.”
Film yang menempatkan percintaan dalam frame agama Islam yang dijalaniFahri dengan sangat taat telah mmemberi bobot tersendiri. Terbukti, ketika Fahri difitnah telah memperkosa Noura dan harus mendekam dalam penjara, Fahri merasa memiliki saksi kunci untuk membebaskan dirinya, dialah Maria. Sementara Maria tak dapat sembuh dari komanya tanpa sentuhan Fahri. Bagaimana mungkin Fahri yang taat harus menyentukhan wanita yang bukan muhrimnya? Maka, saat itu pula dilakukan pernikahan.
Antiklimaks yang menyentuh film ini ketika Maria lagi-lagi harus berbaring sakit sambil menyimpan derita, Maria ingin melakukan shalat berjamaah bersama Fahri dan Aisha. Dan dalam sholatnya, Maria pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Penyajian visual yang dominan monochrome cukup memberi karakter film ini tentang Mesir. Meski sebenarnya pengambilan gtambar outdoor nya dilakukan di India dan indoor nya di Semarang.
Betapapun, Ayat-ayat Cinta yang dikerjakan di awal 2005 telah mencatat sejarahnya sendiri. Ayat-ayat Cinta telah membuka paradikma bagi sutradara film dan sinetron yang ada selama ini dalam hal berpacaran yang dengan entengnya mengumbar peluk-rangkul dengan pasangan yang bukan muhrimnya. (mey’s).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar