Pada masa Mandailing diduduki oleh tentara Jepang pada tahun 1942, mulai terjadi banyak perubahan social dalam kehidupan masyarakat Mandailing. Dampak yang ditumbuhkan adalah terjadinya erosi dalam pemahaman, penghayatan dan pengalaman adapt istiadat Mandailing. Selama kurun lebih 58 tahun atau 2 (dua) generasi berikutnya sampai saat ini semakin parah keadaannya terutama di kalangan generasi muda. Dapat dikatakan tidak ada usaha yang cukup berarti dari kalangan masyarakat Mandailing sendiri untuk membendung erosi tersebut dengan menumbuhkan kembali pemahaman, penghayatan dan pengalaman terhadap adapt istiadat Mandailing. Kibatnya sudah kita lihat dan kit arasakan sendiri yang barangkali tidak terlalu berlebihan kalau dikatakan bahwa pada masa ini kehidupan masyarakat Mandailing mulai porak poranda.
Rasa tolong-menolong, rasa guyup, rasa saling gotong-royong dan semangat kekeluargaan semakin hari semakin menepis dalam jiwa dan kesadaran kita. Akibatnya kita makin cenderung individualis bagai api di gurung-gurung nabe. Kita saling tidak memperdulikan satu saman lain meskipun kita sama-sama orang Mandailing. Disamping itu sikap hidup yang materialistis semakin merajalela memperngaruhi diri kita. Rasanya tidak terlalu sulit menyimpulkan bahwa keadaan yang demikian itu kita biarkan terus terjadi ada kemungkinan di abad ke-21 yang ditandai dengan adanya gelombang perubahan besar yang disebut globalisasi, Mandailing hanya akan tinggal nama saja tanpa ada bobot nilai dan kekuatan serta semangat budaya yang mendukung nama tersebut. Dan itu berarti keberadaan masyarakat atau suku bangsa Mandailing adalah keberadaan yang hampa tidak ubahnya sebuah sejarah belaka.
Untuk menghindarkan agar hal yang mengerikan itu tidak terjadi, mulai saat ini dengan berbagai cara yang baik kita kembali pemahaman, penghayatan dan pengalaman adapt istiadat Mandailing. Kalau kita memang mau menumbuhkan pengalaman adapt istiadat Mandailing ada beberapa hal yang harus kita sadari bersama sebagai pra syarat dan landasan idealnya agar usaha kita secara berangsur-angsur bias berhasi;.
Adat Mandailing Bukan Adat Feodal
Hal pertama yang harus kita sadari adalah bahwa adapt istiadat Mandailing bukan adapt istiadat feudal dan adapt istiadat Mandailing sama sekali tidak ada hubungannya dengan feudalisme. Oleh karena itu adapt istiadat Mandailing sama sekali bukan kepunyaan golongan feudal kalau memang masih ada golongan tersebut di tengah masyarakat Mandailing. Adapt istiadal MAndailing adalah milik yang sah seluruh orang atau rakyat Mandailing yang demokratis. Bukti mengenai hal ini adalah adanyna beberapa syarat mutlak bagi raja menurut adapt Mandailing yang ditetapkan oleh nenek moyang orang Mandailing sebelum Mandailing dijajah oleh Belanda. Mungkin tidak banyak warga masyarakat Mandailing yang mengetahui syarat mutlak tersebut sehingga Belanda mudah melakukan manipulasi yang menyebabkan timbulnya feudalisme di tengah masyarakat Mandailing selama masa penjajahan Belanda dahulu.
(Mamik Rahayu;Komunikasi UM,2006)
24 Mei 2008
Menghayati Adat Istiadat Mandailing
Ditulis :
Dewi Ana
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar